Senin, 28 November 2011

Pecinan (2)



















Kayak kota tua di negara Cina...

Salah satu yang menarik ketika kita jalan-jalan di kawasan pecinan adalah ragam hias rumah toko yang terdapat di kanan kiri jalan.

Rumah toko ini menggunakan konstruksi dari bahan batu bata dan kayu. Umumnya bangunan-bangunan ini berhimpitan satu sama lainnya dan memanjang ke belakang. Bagian bangunan yang masih tampak asli hanya pada bagian atapnya yang meruncing. Bila kita perhatikan lebih seksama, beberapa rumah kuno ini mempunyai lantai yang lebih rendah daripada jalan raya, hal ini menunjukkan telah terjadi peninggian pada jalan tersebut seperti yang dapat kita lihat pada toko obat Lay An Tong.

Pada saat ini, Glodok telah berkembang menjadi pusat kegiatan perdagangan warga Tionghoa, dan tentunya dengan aktifitas warganya. Karena itu, ketika kita menelusuri jalan-jalan di kelurahan Glodok, diperlukan banyak imajinasi dan fantasi tempo dulu. Bukan saja untuk membayangkan tragedi 1740, tetapi juga masyarakat pada masa itu, ketika lalu lalang orang dengan rambut dikepang bagian belakang dan bagian depan di cukur licin.

Sejak Abdurrahman Wahid menjadi presiden, banyak kebudayaan Tionghoa yang sejak Orde Lama dan Orde Baru dilarang, kini dihidupkan diantaranya Perayaan Tahun Baru Cina (Imlek) dan Cap Go Meh. (from booklet pak Kartum).

Rumah atap walet=rumah orang kaya ~jaman dulu

















Rumah macam begini bisa masuk dan didaftarkan sebagai cagar budaya, tetapi pemiliknya lebih ingin menjualnya deh. Hm....





















Lukisan gaya Cina yang masih bisa ditemui di tiang penyangga langit-langit
















Menelusuri gang-gang sempit tempat komunitas Tionghoa banyak tinggal






















Bener-bener asli lho, bahkan toko-toko itu juga banyak yang masih beroperasi sampe sekarang.

Untuk mengasah nyali, pada suatu hari saya pun pergi ke daerah itu sendirian.

Tujuan sebenarnya adalah pasar pagi Asemka yang menjual suvenir-suvenir pernikahan yang luar biasa murahnya, seperti Jatinegara. Cuma kalau di Jl. Asemka ini lebih mudah dicapai dari rumah saya, maka saya memilih untuk jalan-jalan di sekitar Asemka.

Menelusuri jalan-jalan yang semula saya sudah pernah lewati membutuhkan tenaga ekstra, untungnya saya berpedoman pada foto-foto jalan yang saya ambil waktu pergi tur pecinan. Di kawasan ini, saya berhasil menemukan mall Tionghoa yang letaknya benar-benar tersembunyi di dalam toko dan tidak tampak dari luar jalan. Wow.














Setelah memutuskan tidak mendapatkan barang yang saya cari di sana, saya pun memutuskan untuk pulang. Di perjalanan pulang saya bareng dengan rombongan turis yang di pandu oleh orang Indonesia juga menyusuri kawasan pecinan. Mereka tampak kagum dan hepi *paling penting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar