Kamis, 06 Januari 2011

Pecah Kulit

Kemarin saya menerima email yang berisi tawaran jalan-jalan dari salah satu komunitas yang saya ikuti. Nah, kebetulan tempatnya agak asing di telinga saya; jalan-jalan ke Kampung Pecah kulit. Penasaran banget karena harga tur yang murah dan tempatnya yang agaknya nggak biasa, sebelum memutuskan untuk ikut tur, seperti biasa...

Iseng-iseng saya browsing semua tempat yang ditunjukkan akan dikunjungi dalam tur, lalu saya cari juga di google gambar, dan kenyataan selanjutnya lebih mengejutkan dan membuat saya hampir muntah begitu mengetahui dan membaca banyak sejarah mengenai Kampung Pecah Kulit.

JELAJAH KOTA TOEA : Kampoeng Pecah Kulit
Minggu, 16 Januari 2011
Pukul : 07.30 Wib - Selesai
Museum Bank Mandiri (Jl. Lapangan Stasiun No. 1 Jakarta Kota)

Rute : Stasiun Beos, Pinangsia, Jembatan Jansen, Gereja Sion, Kampung Pecah
Kulit, Makam Ateng Kartadriya dan Souw Beng Kong, Masjid Mangga Dua.

Fasilitas : Sinopsis, Id Card, Tour Guide, Snack, Air Mineral, Makan Siang,
Biaya partisipasi : Rp. 50.000,- (Lima Puluh Ribu Rupiah)
Pembayaran via transfer ke Bank Mandiri cabang Jakarta Kota
No.Rek. 1150004512697 a/n. Kartum Setiawan

Pendaftaran & Informasi :
KOMUNITAS JELAJAH BUDAYA
Jl. Lapangan Stasiun No. 1 Jakarta
Phone : 0817 9940 173 / 021 99 700 131
Email : kartum_boy@yahoo.com
Milist : jelajahkotatua@yahoogroups.com


“aken menjadi pringetan pada Pieter Erberveld, satu pengkhianat yang terhukum.
Di sini dilarang orang dirikan ruma, pasang tembokan, atawa tanem-taneman,
baek sekarang atawa sampe selama-lamanya”

Tulisan di atas merupakan hasil terjemahaan Tio Ie Soei pada prasasti monumen
Kampung Pecah Kulit yang terdapat di halaman rumah Pieter Erberveld sebagai
peringatan terhadap warga Batavia, akibat yang akan diambil jika berani
melawan kebijakan VOC. Kisah berawal ketika Erberveld senior mempunyai rumah
dan pekarangan yang luas disekitar Jacatraweg. Menurut Ridwan Saidi dalam
Profil Orang Betawi menyebutkan bahwa, ayah Pieter mempunyai usaha penyamakan
kulit, nah dari usahanya inilah dapat membeli tanah di Pondok Bambu, (Sontar)
Sunter. Setelah ayahnya meningal kekayaannya diwariskan pada Pieter
Erberveld, untuk melanjutkan usahanya maka ia mempekerjakan Ateng Kartadriya
yang juga seorang keturunan laskar Jayakarta.
Konflik antara Pieter Erberveld dan penguasa VOC berawal ketika tanah di
Pondok Bambu dan Sontar dianggap tidak sah. Selain itu, tempat tingalnya di
Jacatraweg juga dirongrong oleh Henricus Zwaardecroon yang merupakan pejabat
tertinggi di Batavia.
Zwaardecroon ingin menguasai tanah Jacatraweg yang tidak jauh dari kota
Batavia, namun usaha untuk memilikinya gagal.
Puncaknya adalah Pieter Erberveld dan Ateng Kartadriya diisukan akan memimpin
pemberontakan pada malam tahun baru 1722 dengan tenaga bantuan sebanyak
17.000 orang Jawa dan 10.000 orang Bali. Sebelum pemberontakan itu terjadi,
pasukan VOC berhasil menangkap Pieter Erberveld dan Ateng Kartadriya beserta
18 kaum Bumiputera yang berada di rumah Pieter. Pada hari yang sial, Pieter
Erberveld dieksekusi di halaman rumahnya dengan cara ditarik oleh empat ekor
kuda dengan arah berlawanan, tubuh Pieter Erberveld hancur. Sejak itulah nama
disekitar Jalan Pangeran Jayakarta dikenal dengan nama Kampung Pecah Kulit.



Ketika saya browsing bagian gambarnya, saya menemukan foto yang sama dengan yang saya ambil di Museum Taman Prasasti hari minggu kemarin ketika saya berkunjung kesana.

Benda itu adalah makam/tugu Pieter Erberveld yang dibantai dengan sadis oleh Belanda.
/(>.<)\ Uph, saya mau muntah lagi pas waktu mengetik postingan kali ini.

Buat yang penasaran, boleh ikut tur ini, atau sekadar browsing tentang sejarah Kampung Pecah Kulit.



Makam Pieter Erberveld. Lihat tengkorak dengan pedang tertancap di atasnya!

*hoeeekkk*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar