Selasa, 11 Januari 2011

Kelas Gambar


Sabtu lalu saya menghadiri kelas unik. Namanya kelas menggambar. Unik karena pesertanya adalah orang-orang tua, maksudnya lebih tua dari saya, 10 tahun lebih tua... bahkan lebih.

Dalam kelas itu, ada seorang guru yang mengajar kami. Well, saya nggak mut sebut nama. Kita fokus pada pengajarannya aja.

Kami hanya diminta menggambar satu gambar pohon dalam kertas selambar. Sang guru juga menerangkan pohon-pohon yang tidak boleh digambar, dan kami diminta menggambar pohon-pohon selain yang beliau sebutkan.

Waktu berlalu, kami pun selesai dengan pohon kami masing-masing.

Guru tersebut mendatangi tempat kami satu-persatu dan memberi komentar mengenai gambar kami dan kami.

Kami? Ya, beliau memberi komentar mengenai diri kami.

Dari gambar yang kami buat, berikut beliau minta kami menunjukkan tangan kiri kami masing-masing, beliau mengetahui banyak hal tentang diri kami.

Salah satu peserta laki-laki, Bapak A, dikatakan bahwa dia seorang yang lemah kemauannya. Kemudian, lainnya lagi Bapak B, dibilang kalau dia orang yang mudah terombang ambing, hanya besar omong padahal pengecut. Lainnya ada Bapak C yang disebutkan sederetan sikap-sikap negatifnya seperti keras hati, mudah terpengaruh, terburu-buru dan tidak berpikir panjang, tidak membuat perencanaan masa depan, dan lain-lain yang membuat saya enek mendengarnya. Bapak C hanya bisa berdalih bahwa dia tidak seperti yang disebutkan itu. Pak Guru tidak mau tahu, bahkan beliau meminta si Bapak C menghilangkan/mengoperasi tahi lalat dekat bibirnya, untuk kesuksesannya.

Cerita berlanjut ke Bapak dan Ibu yang lain. Bapak D takut terhadap atasan dan tidak berani mengungkapkan ide kreatifnya. Ibu A memiliki dendam kesumat terhadap seseorang yang dekat. Ibu B lain lagi, anaknya yang sudah meninggal turut disebut dan Ibu B diminta melupakan masa lalu. Berbeda cerita dengan Ibu C, dikatakan bahwa dia merindukan sanak keluarga, dan memang pada kenyataannya Ibu C berpisah dengan keluarganya yang di luar negeri saat ini.

Ada kasus miris yang dikatakan pada Ibu D. Sang guru hanya berkata, "Ada perkawinan tanpa cinta, ada cinta tanpa perkawinan". Yah, sebagian dari kami terdiam, sebab kami sama-sama tahu, Ibu D sedang menjalani proses perceraian dengan suaminya dan memang yang dikatakan guru itu benar adanya.

Ketika tiba giliran saya, guru tersebut melihat tangan kiri saya dan berkata, "You have broken heart twice".

Absolutely right.

Well, yang membuat saya heran juga, ternyata yang menjadi pikiran terberat saya selama ini bukan masalah pekerjaan atau masalah saudara, tapi masalah percintaan saya. Foolish love...

Saya mengerti ini hanya permainan. Seperti halnya perkumpulan "curhat" yang dibahas di buku The Zahir karangan Paulo Coelho, ini juga seperti itu.

Satu hal yang saya pelajari dan saya mengerti dari setiap orang itu adalah; Tiada satu pun dari mereka terbebas dari masalah, entah berapa umur, kedudukan dan harta mereka. We are meant to be different.

Jadi setidaknya kelas ini membuat saya memandang dunia dan orang lain jadi lebih berbeda. Nobody's perfect.

Ngomong-ngomong, saya senang hal dari saya yang diungkit hanya itu saya. Hal yang mungkin hampir semua orang mengalaminya, saya rasa...

1 komentar: