Selasa, 08 Juni 2010

Teh Gunung













'Leave nothing but footprints' kayaknya sudah mulai saya tinggalkan. Saya memulai untuk mendapatkan esensi dan kesenangan lain dari tempat wisata yang saya kunjungi.



Kali ini saya mau bercerita mengenai pengalaman saya dan teman-teman menghabiskan Jumat Gaol begadang di luar rumah tanpa menginap.

Awalnya kami berencana begadang semalam suntuk di warung 24 jam ala Puncak Pass, Cisarua. Kami menyewa mobil untuk pergi kesana. Ehhh... jam 3 dini hari saya udah ambruk, tidur di mobil karena gak kuat duinnnginnn. Dinginnya malam bisa dimaklumi karena hampir semalaman hujan turun mengguyur Puncak dengan tak henti-hentinya. Besoknya, banjir diinformasikan melumpuhkan kota Jakarta Selatan.

Tapi saya lagi nggak mau ngomongin banjir, jadi kita kembali ke acara di Puncak.

Anggota yang ikut sebagian sudah berkeluarga, sebagian lagi belum. Sebelum ikut, kami sudah diwanti-wanti agar tidak membawa anggota keluarga, apalagi yang bukan anggota keluarga (pacar;red.)

Lanjuttt... sekitar jam setengah 5 subuh, kami beranjak menuju masjid AtTaawun di puncak. Buat apa? Yah buat solatlah...

Secara saya selesai urusan lebih dulu, plus sempet cucimuka-gosokgigi-gantibaju, gak mandi karena gak boleh mandi, maka lanjutlah saya foto-foto narsis duluan.

Inget ortu inget keluarga, saya memutuskan membeli oleh-oleh ubi cilembu. Setelah tawar menawar alot, karena kami masih ngantuk, jadilah kami dapat ubi cilembu seharga 15 ribu untuk 2 kg. Sebenernya, mungkin saya bisa dapat harga yang tidak jauh beda di tempat lain, tapi namanya orang diberi buah tangan oleh orang yang habis berpergian jauh, yaa senang dong.



















Kami melanjutkan perjalanan turun puncak sampe Gunung Mas. Hm, seperti arena outbond/wisata alam gitu deh. Bayar tiket masuk per orangnya 6000 perak pula *sigh*

Kami memilih tempat parkir di depan pabrik teh (kayaknya) Walini. Hmm...... bau harum proses pembuatan teh semerbak disepanjang jalan pabrik itu. Ada semacam cerobong asap yang mengeluarkan bau teh disamping pabriknya.

Pemandangan dan udaranya luar biasa segarnya. Terutama buat kami yang udah enek sama polusi kota besar. Foto-foto di area perkebunan pun jadilah...












Saya baru tahu, rupanya ada area teh yang masih muda, kuncup dan segar. Ada pula area teh yang (pohonnya) sudah tua, siap dipangkas agar trubus/bersemi kembali. Bagaimanapun, menyaksikan sunrise di tempat ini juga tak kalah asyiknya dengan memandangi perkebunan teh sepanjang mata memandang.



Selepas narsis pagi hari, tiba waktunya kami mengisi perut. Dengan bubur ayam seharga 6000 dan teh tawar hangat, cukuplah sudah mengisi perut yang keroncongan habis jalan-jalan. Hehe, ada juga teman-teman saya yang membeli sayur-sayur murah produksi daerah itu.




















Hmm... jadi ingat Hari Hijau. Dulu waktu kuliah, saya pernah kerja sambilan di restoran. Nah, ketika mereka sedang belanja sayur besar-besaran, sayur rasanya melimpah ruah dimana-mana, hijau dan hijau. Makanya, pas waktu hari itu saya sebut Hari Hijau.

Kembali ke acara di Gunung mas. Puas kami makan, kami pun melangkahkan kaki untuk pulang.

Sewaktu di tempat parkiran mobil, tiba-tiba saya ingin berkunjung sebentar ke pabrik teh itu. Meskipun hanya bisa bertanya-tanya sedikit tentang pabrik dan proses pembuatan teh yang dilakukan di pabrik itu, saya sudah cukup puas. Hehe, tak lupa membeli oleh-oleh teh yang gak ada di pasaran juga.

Sekian edisi jalan-jalan kali ini. Highly recommended untuk acara ke Gunung Mas bersama keluarga. Entah sekadar foto-foto, berkunjung ke pabrik teh, ataupun berinteraksi dengan penduduk setempat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar