Rabu, 27 Oktober 2010

Ujian dan Bencana




Semalam saya melongo di depan TV. Karena ortu saya ngotot untuk ganti channel TV film Korea kesukaan saya menjadi channel berita, maka saya terpaksa nonton berita... *sigh*. Tapi gara-gara itu saya jadi melongo menyaksikan kabar mengenai bencana alam yang sedang terjadi dimana-mana di Indonesia khususnya.

Ceritanya kembali pada hari Minggu, tiga hari lalu. Ketika itu saya sedang meliput acara ujian cpns salah satu departemen di Jakarta. Tugas saya simpel, hanya berkenalan mewawancarai salah seorang peserta ujian yang kira-kira potensial jadi bahan tulisan *qiqiqiqi*.




Nah, dari sekian puluh ribu orang terpilihlah seorang gadis muda bernama Lisley. Bagus ya namanya. Namanya bagus sebagus orangnya.

Lisley berasal dari Yogjakarta, tepatnya di Sleman. Dia jauh-jauh datang dari Yogjakarta hanya untuk mengikuti ujian cpns beserta puluh ribu orang lainnya. Lisley lulusan Universitas Negeri Yogjakarta dan pekerjaannya adalah guru Biologi. Sederhana dan ramah, begitu kata yang tepat untuk melukiskan gadis ini.

Lisley menyadari bahwa banyak teman-teman satu universitasnya yang juga ikut dalam ujian *WTF!* cpns ini. Dia mencari-cari teman-temannya juga yang berasal dari tempat yang sama.

Ketika saya bertanya apakah dia akan lama berkunjung di Jakarta, Lisley menjawab tidak. Seusai ujian ini, dia akan langsung kembali ke Sleman, Yogjakarta.

You know what.........


Semalam saya nonton berita. Selain banjir di Jakarta, tsunami di Mentawai, ada juga meletusnya gunung Merapi, yang ada di dekat Sleman, daerah tempat tinggalnya Lisley.

Ya Allah, selamatkanlah dia Ya Allah








...
*speechless*

Jumat, 22 Oktober 2010

Studi Tur


















Dengan ini sudah beberapa kalinya saya ke Singapura. Kepala agak oleng saking seringnya. Lho???

Rekan saya dengan tenangnya telepon saya pada hari Kamis, "Novi, tolong jawab iya atau tidak; Sabtu ini kamu mau pergi ke Singapur?". Lalu saya jawab, "IkuuuuuuuuuTTTTT!!!" *gak nyambung*

Pembicaraan lantas berlanjut di sms, booking tiket, airport tax, biaya taxi, dsb udah diurus temen saya. Saya tinggal berangkat aja. Bahkan hari Jumat sorenya kami masih technical meeting, lalu dikasih uang saku pula 50 SGD. Alhamdulillah... dengan ini sudah beberapa kali ke Singapura!

Kalau ditanya kenapa dan bagaimana, naah.. itu rahasia. Yang pasti ortu dikasih taunya juga dadakan. Mereka untungnya iya aja. Kerasanya kayak anaknya pergi ke Jakarta seharian aja. Pagi pergi, eh malem udah balik lagi ke rumah.















Kunjungan kali ini adalah studi tur ke salah satu universitas yang ada di Singapura, yaitu National University of Singapore (NUS). NUS ini memiliki logo dan ikon warna oranye dan biru yang bersahabat.

Begitu sampai di Singapura, kami langsung menuju MRT lalu turun stasiun Clementi. Dari stasiun itu, kami naik bus no 96 bayar 1 SGD yang langsung turun di depan NUS. Universitasnya sendiri terpencar-pencar, tapi tidak dibuat komplek seperti universitas umumnya di Indonesia. Jadi halte busnya ada yang berhenti di sekolah-sekolah lain juga.

















Singapura tampaknya membuat daerah Clementi itu seperti Education Town. Seluruh daerahnya adalah kawasan pendidikan dan kumpulan sekolahan. Jadi enak juga, mungkin kita bisa dari SD sampe kuliah disana ya, hahaha.

Ada Education Town juga yang sedang dibangun pengembang di kawasan BSD City dekat rumah saya. Mungkin suasana dan pemandangannya seperti di Singapura juga. Setidaknya begitulah menurut ayah saya yang telah membandingkan EduTown di Singapura dan Edutown di dekat tempat kami.

















Sesampainya di NUS yang dituju, kami langsung menuju koperasi mahasiswa NUS yang jadi incaran kami sejak awal. Haha, bukan bermaksud ikut kuliah umum atau studi banding kurikulum, tapi kami mencari sample produk yang bisa ditiru, diimprovisasi, direnovasi, blablabla, oleh kami...

Style mahasiswanya? Yah, kalau dibandingkan dengan mahasiswa di tempat saya sih gak ada beda. Ke kampus banyak yang pake celana pendek, sendal jepit, nenteng laptop, udah sama rupa. Jadi gak kaget + heran lagi.



















Salah satu mahasiswa (sepertinya) sempat tertangkap kamera. Haha, alesan saya aja, karena kebetulan tampangnya agak eye catching ala bintang film Korea.
























Suasana kampusnya gak gitu teduh, cenderung terik. Karena sepertinya orang Singapura amat memilih pohon yang akan ditanam. Pohonnya yang gak gede daunnya gituu... biar gak repot nyapu kali yak. Tapi yang patut diacungi jempol sumpeeehh...... bersih banget nya itu loh! Agak tidak terbiasa, hahaha.


Setelah kurang lebih hampir 1 jam belanja dan keliling kampus, kami pun melanjutkan perjalanan antar mal. Tidak ada tempat wisata yang pyur kami kunjungi pada kunjungan kali ini. Bahkan jam setengah 6 sore kami sudah kembali ke bandara Changi untuk siap-siap pulang.

What an amazing day!

Streamline Your Life

Kamis, 21 Oktober 2010

Ngalap Berkah

















Haha, judulnya ngalap berkah, sebetulnya itu gara-gara terinspirasi dari seorang teman yang iseng-iseng minta jodoh di makam keramat.

Makam itu terletak di sebelah candi Cangkuang.

Hehe, pada intinya saya masih jalan-jalan seputar Garut.*ai lop yu puuulllll*

Situs candinya sempat membuat kami kecewa, karena kenyataan tidak sesuai harapan. Kami memiliki stereotip bahwa bangunan yang bernama candi itu haruslah besar, megah, tidak berdiri sendiri dan memiliki beberapa bangunan disamping bangunan induk. Nyiaahh... Borobudur.red





Candi Cangkuang ini kami temukan secara tidak sengaja akibat ulah ibu-ibu rombongan kami yang ingin makan di tempat makan yang berjarak 3 km dari jalan utama Kab. Garut. Bayangkan!

Setelah menempuh jalan sempit berkelok-kelok, dikelilingi pesawahan yang masih asri, sampailah kami ke area rumah makan. Salah seorang teman kami yang bapak-bapak menemukan bahwa tempat makan itu bersebelahan dengan situs candi Cangkuang. Kami pun makin bersemangat setelah tahu bahwa kami juga akan mengunjungi tempat wisata dalam rangka perjalanan kami kali ini.

Beberapa orang dari kami memutuskan untuk tinggal di tempat makan dan tidak mengunjungi situs candi. Tapi saya dan rombongan bapak-bapak memilih untuk pergi ke situs dan melewatkan makan SORE kami, karena merasa masih kenyang dari kondangan siangnya.


















Kami menaiki rakit untuk menyebrangi danau yang ceritanya pernah saya tulis di postingan sebelumnya.

Sesampainya diseberang, kami perlu menaiki undak-undakan tangga untuk menuju area candi. Gosh! Parah beut, dengan sepatu tali-tali serta heels 3 cm saya tertatih-tatih mendaki.




Tak lama kemudian, sampailah kami di tempat candi Cangkuang berada. Ukuran candinya kira-kira seluas 3x3 meter dengan ketinggian sekitar 7 meter. Keciiilll! Dibandingkan Borobudur... Meskipun udah dibilang penduduk kalo ni candi terbesar di Jawa Barat kami teteup aja agak kecewa, hehe, unexpected size maksudnya...







Bersebelahan dengan candi terdapat makam keramat. Mungkin leluhurnya sana kali yaa... Yang jelas waktu pulang, kami becanda-becanda bahwa teman kami yang ikut ke candi sempat ngarep berkah *jodoh* disana. Jiaaaaaaahhhh.......

Kampung Adat


















Salah satu tempat yang saya dan teman-teman kunjungi waktu ke Garut adalah Kampung Pulo, yang jumlah bangunan/rumahnya hanya ada 7, termasuk masjid.

Eeh... tapi jangan salah, setiap bangunannya teregistrasi di RT dan RW setempat. Jadi, kalau situ kirim surat dijamin nyampe dah. Memang si bapak tukang posnya mesti berakit-rakit dulu lewat danau baru bisa nyampe kampung ini.

Interesting, karena saya sudah pernah mengunjungi Kampung Naga yang terletak di Tasikmalaya. Kampung Naga seperti halnya Kampung Pulo, memiliki jumlah rumah dengan bilangan tertentu.

Kampung pulo merupakan suatu perkampungan yang terdapat di dalam pulau di tengah kawasan Situ Cangkuang. Kampung Pulo ini sendiri terletak di Desa Cangkuang, Kampung Cijakar, kecamatan Leles, Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat.
Adapun batas administrasi dari Kampung Pulo adalah sebagai berikut:
Utara : desa Neglasari kecamatan Kadungora
Selatan : desa Margaluyu dan desa Sukarame kecamatan Leles
Timur : desa Karang Anyar dan desa Tambak Sari kecamatan Leuwigoong
Barat : desa Talagasari kecamatan Kadungora dan desa Leles Kecamatan Leles

Menurut cerita rakyat, masyarakat Kampung Pulo dulunya beragama Hindhu, lauli Embah Dalem Muhammad singgah di daerah ini karena ia terpaksa mundur karema mengalami kekalahan pada penyerangan terhadap Belanda. Karena kekalahan ini Embah Dalem Arif Muhammad tidak mau kembali ke Mataram karena malu dan takut pada Sultan agung. Beliau mulai menyebarkan agama Islam pada masyarakat kampong Pulo. Embah Dalem Arif Muhammad beserta kawan-kawannya menetap di daerah Cangkuang yaitu Kampung Pulo. Sampai beliau wafat dan dimakamkan di kampumg Pulo. Beliau meninggalkan 6 orang anak Wanita dan satu orang pria. Oleh karena itu, dikampung pulo terdapat 6 buah rumah adat yang berjejer saling berhadapan masing- masing 3 buah rumah dikiri dan dikanan ditambah dengan sebuah mesjid. Jumlah dari rumah tersebut tidak boleh ditambah atau dikurangi serta yang berdiam di rumah tersebut tidak boleh lebih dari 6 kepala keluarga. Jika seorang anak sudah dewasa kemudian menikah maka paling lambat 2 minggu setelah itu harus meninggalkan rumah dan harus keluar dari lingkungan keenam rumah tersebut. Walaupun 100 % masyarakat kampong Pulo beragama Islam tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian upacara ritual hindhu.
Desa Cangkuang terletak diantara kota Bandung dan Garut yang berjarak +-2 km dari kecamatan Leles dan 17 km dari Garut atau 46 km dari Bandung. Kondisi lingkungan di Kawasan ini memiliki kualitas lingkungan yang baik, kebersihan yang cukup terjaga dan juga bentang alam yang baik. Tingkat Visabilitas di kawasan ini digolongkan cukup bebas dengan tingkat kebisingan yang rendah.

Sumber daya listrik untuk keperluan penerangan dikawasan ini berasal dari PLN yang alirannya diambil secara tidak langsung melalui salah satu rumah penduduk di kampong Cangkuang. Sumber air bersih dikawasan ini beraal dari sumur dan air danau dengan kualitas air yang jernih, rasa yang tawar dan bau air yang normal. Berhubung karena tidak boleh adanya bangunan lain yang dibangun di kampung pulo maka di kampong Pulo tersebut tidak terdapat fasilitas Wisata Lainnya.

http://pariwisata.garutkab.go.id

Rabu, 20 Oktober 2010

Berakit-tidak sakit


















Dear kalo ada yang bilang berakit-rakit sama dengan bersakit-sakit, itu tidak benar yaa...

Karena saya sudah membuktikan sendiri dengan menaiki rakit (sewa seharga 50rb *damn*). Memang awalnya agak menakutkan karena rakitnya goyang-goyang dan oleng. Tapi ternyata, sungai yang saya seberangi itu cuma sedangkal pinggang orang dewasa! Jiaaahhh... itu sungai apa banjir, cuma sepinggang ...














Saya menaiki rakit dalam rangka mengunjungi tempat wisata, di Garut again...

Gak kuatnya karena saya bersepatu dengan heels! Walaupun cuma 3 cm, kerasa nyut-nyutan pegelnya. Sempet pula si heels saya itu nyangkut di sela-sela bambu rakit.





















Para penduduk di sekitar sini juga ada yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Ergh, nelayannya mungkin bukan ikan ya.. atau bisa juga sejenisnya, misalkan ikan pepetek.

Nah, ikan apa pula itu? Dalam perjalanan pulang, saya sempatkan beli ikan yang sudah digoreng kering ini. Bentuknya kecil-kecil sebuku jari tangan dan pipih. Menurut teman saya yang berkecimpung di dunia perikanan, ikan pepetek itu adalah ikan sampah yang ikut terjaring disaat orang sedang menjaring ikan yang besar sebagai target utama. Jadi si pepetek ini gak sengaja ikut masuk ke dalam jaring ikan nila, misalnya...

















Anyway, perjalanan dengan rakit ini membuat saya bisa menyaksikan sunset yang subhanallah indahnya... di sebuah pedesaan nun jauh di Garut

Chocodot Brodol Dorokdok

Nah, nah, naaahh....

Liat judulnya aneh, sebenernya saya cuma mau memperkenalkan kuliner yang kebetulan saya temui pas saya jalan-jalan+wisata ke daerah Garut.

Aslinya saya dan teman-teman kantor bermaksud datang ke undangan kawinan teman sekantor kami. Hmph, sindrom 10 10 2010 nih. Sampe seharian penuh yang biasanya ujan deres tiada henti seharian itu terik sekali.

Pawang ujan bersatu dimana-mana, kata teman saya.

Sebelumnya saya mau cerita dulu, pas saya pertama kali datang ke tempat ini... sumpah deeh... rasanya deja vu banget!! Sepertinya saya pernah datang ke tempat ini sebelumnya. Setelah lama saya ingat-ingat, ingatlah saya bahwa saya mengunjungi tempat ini di dalam mimpi dan persis banget. Cuma kondisi di dalam mimpi saya nggak sesepi ini. Ckck... saya sampe terbengong-bengong...









Buat saya, Garut selain terkenal dengan dodol, batik dan dombanya, ada 1 makanan juga yang saya rekomendasikan untuk jadi ikon selanjutnya yaitu kerupuk kulit atau Dorokdok. Nah, ini krupuk yang asli nih, ueeeenaaaaaaaakkkkkk banget! Ajiiibbb.........

Dagangannya ada yang kemasan udah jadi/udah digoreng, atau yang belum digoreng.

Ternyata ada 2 lagi makanan Garut yang saya baru tau dan belum pernah tau sebelumnya. Yaitu Chocodot dan Brodol.

Apa pula ituuu????

Well, chocodot itu singkatan dari cokelat isi dodol garut. Jadi ini adalah coklat yang berisi dodol khas garut, cokelat isi gitu loh...

Kalau Brodol itu lain lagi. Bukan dari bahasa Jawa yang berarti mbrodol (dodol)/bolong, tetapi singkatan dari brownies dodol. Haha, ya itu dia, kue brownies cokelat yang isinya dodol garut!

Rasanya? Cobain sendiri aja...

Happy wisata ke Garut ...

Kamis, 07 Oktober 2010

Pameran Pendidikan

Niat mewujudkan cita-cita eh malah nyasar di tempat yang nggak penting banget seeehh!!!

Ceritanya pada suatu hari akhirnya si Nona berhasil & kesampean melakukan hal yang beberapa tahun lalu pingin dilakukan. Apakah itu?

Well, cerita berawal dari kebiasaan saking seringnya saya berburu brosur dan pernak-pernik dari acara pameran pendidikan. Sedari kuliah dulu, kebiasaan saya salah satunya adalah berkunjung ke pameran-pameran pendidikan. Waktu itu senang sekali karena kebetulan saya berada di kota besar yang akses ke tiap gedung dan jalannya mudah dan cepat, yaitu Bandung.

Apa saya berniat melanjutkan pendidikan tinggi? Waktu itu ya, tentu saja, saya mau cari beasiswa untuk kuliah Master. Meskipun begitu, tetap ada tujuan sampingan yang ingin saya dapatkan. Brosur-brosur negara lain yang berwarna warni dan indah juga menjadi incaran saya. Btw, saya juga salut sama para representatif dari masing-masing universitas itu.

Saya selalu bertanya-tanya dalam hati, bagaimana caranya bisa menjadi representatif seperti itu. Tahun demi tahun berlalu, dan akhirnya saya diberi kesempatan untuk menjadi representatif dari sebuah unversitas internasional.

Dimana saya bertugas untuk pameran pendidikan? Tak lain di Kolese Kanisius, semacam SMA khusus cowok di Jakarta.



Baru tau saya rasanya jadi representatif... menyenangkan sekaligus agak aneh karena kita jadi mirip kaset yang diputer berulang-ulang di radio tape; konser, kata teman saya. Pastinya sih bisa cuci mata liat booth perwakilan dari masing-masing universitas atau lembaga.

Ada hal yang cukup membuat saya tergelak tawa. Ketika saya harus ke toilet waktu disana, saya cukup kebingungan mencari letak toilet perempuannya. Di lantai 2 tempat booth pameran kami hanya ada toilet cowok. Akhirnya saya mencari di lantai 3.

Ketemu 1 toilet, saya girang bukan buatan. Tanpa basa basi liat kanan kiri atas bawah saya langsung masuk ke dalam toilet itu, bersih banget. Tapi yaa... baru belakangan saya tau kalau saya salah masuk ke toilet cowok. Untungnya lagi gak asa orang .... Hwahaha

Selasa, 05 Oktober 2010

Matsuri Hari Hujan



















Selamat datang Oktober Fest!!!!

Kalau Jerman setiap bulan Oktober pasti kirim pengumuman atau poster gede-gede buat dipajang di kantor saya untuk memberitahu bahwa negara mereka mengadakan festival yang bernama Oktoberfest. Oktoberfest sendiri adalah nama sebuah festival dua-mingguan yang diadakan setiap tahun di München, Bayern, Jerman, pada akhir September dan awal Oktober. Festival ini merupakan salah satu acara paling terkenal di kota ini dan juga merupakan festival terbesar di dunia dengan sekitar enam juta pengunjung setiap tahunnya. Kota-kota lain di dunia juga mengadakan festival-festival dengan menggunakan festival di München ini sebagai model, bahkan menggunakan juga nama Oktoberfest.

Namun kali ini Nona tidak berniat membahas Oktoberfest-nya orang Jerman, tetapi membahas Matsuri-nya orang Jepang.

Matsuri (祭?) adalah istilah agama Shinto yang berarti persembahan ritual untuk Kami. Dalam pengertian sekuler, matsuri berarti festival atau perayaan di Jepang. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim gugur disebut kunchi.

Berbagai matsuri diselenggarakan sepanjang tahun di berbagai tempat di Jepang. Sebagian besar penyelenggara matsuri adalah kuil Shinto atau kuil Buddha. Walaupun demikian, ada pula berbagai "matsuri" (festival) yang bersifat sekuler dan tidak berkaitan dengan institusi keagamaan.

Semua informasi diatas didapatkan dari wikipedia.



















(Keterangan foto: Semacam sesembahan yang ada botol ijo kayak botol arak yang tulisannya "Kakurei Daiginjo")

Nah, ceritanya si Nona ini akibat keisengannya ngaku-ngaku anak pejabat Jepang ke Kedutaan Jepang, maka rajinlah dia dikirimi majalah Jepang. Edisi khususnya kemarin membahas tentang perayaan Matsuri yang diselenggarakan selama seminggu penuh.

Jiaaahhh.....!!! Jijingkrakan saking senengnya pingin dateng. Angin keberuntungan kemudian berhembus dengan baik. Nona diantarkan mobil kehormatan (+ dibayar pula) untuk mengambil tiket untuk masuk ke acara penutupan perayaan yang jatuh pada hari minggu kemarin.

Inginnya menikmati plus kipas-kipas kepanasan pake kipas Jepang yang diberikan pada pengunjung, tapi apa daya, hujan turun terus tiada berhenti sejak pagi di arena diselenggarakannya matsuri.

Salah satu grup tari-tarian Jepang yang ditarikan oleh orang Indonesia ada yang berhasil saya ajak untuk foto bersama seperti di bawah ini. Mereka tetap semangat berkegiatan meski mendung masih menggelayut dan hujan tak juga reda.


















Disekitar panggung pertunjukan untuk Bon Odori maupun konser musik band Jepang "Galaxy", ada stand-stand makanan dan serba-serbi Jepang mengelilingi lapangan tempat acara.

Saya menyempatkan berkeliling karena rugi deh kalau nggak nyobain dan ngeliatin semua serba Jepang di saat itu.

Stand yang ada kebanyakan stand makanan Jepang. Menunya juga bervariasi. Bingung memilih akhirnya pilihan saya jatuh pada Takoyaki, sejenis bola-tepung-isi gurita, dengan cocolan saus tomat dan mayonaise. Lumayan mengenyangkan, dan cukup murah dihargai Rp. 10.000/1 kotak isi 5 bola takoyaki.

Belum pernah nyobain & gak tau gimana rasanya gurita?
Dulu saya pernah berbulan-bulan makan makanan Korea. Salah satunya adalah semacam sup yang bernama Jeongol (전골), sup tradisional Korea yang pedas, isinya terdiri dari makanan laut dan sayuran. Nah, salah satu isi makanan lautnya adalah gurita kecil (nakji). Rasanya itu, kalau dibayangkan kayak makan sendal jepitnya sendal swallow, amit-amit alot kayak karet.

Tapi takoyaki yang dijual ini kayaknya bohongan, daging guritanya kayaknya diganti daging filet ayam deh, udah gitu cuma kotak kecil ditengah bola telor-tepung

Selain stand makanan, yang juga banyak dijual disana adalah stand pernak-pernik. Entah itu utsukushi, gantungan kunci, geta/sendal, tas, dompet kecil warna-warni, bahkan ada juga yang jual baju perayaan, dan baju yang motifnya mirip yukata, khasnya musim gugur nee....bagus banget.

Walhasil karena harganya murah, jadi deh saya beli baju jepang motif bunga sakura merah muda berlatar hitam pekat. Baju ini saya dapat hanya Rp. 50.000 saja dan asli dari Jepang! Bisa saya kecilkan ukurannya, lalu mau saya pakai untuk kuliah atau kerja sehari-hari deehh......



























Saya menemukan stand permainan tebak peta. Dengan merujuk pada nomor undian, saya diberi pertanyaan berdasarkan gambar peta buta yang harus saya jawab. Waktu itu pertanyaannya tentang sebuah jalan terowongan yang baru saja dibangun dekat bandara. Wah, serunya saya bisa jawab, akhirnya saya dapat hadiah berupa tas karung dari JICA, haha, lumayanlah....

Acaranya seru juga, selain konser dan pertunjukkan juga ada lomba cosplay. Itu loh, costum player, yang mengambil kostum tokoh-tokoh, baik manga atau anime Jepang. Lucu juga, ada model-model kartun jalan-jalan. Tadinya saya juga mau ikutan meramaikan suasana matsuri dengan mengenakan yukata seperti foto beberapa anak di bawah ini, tapi akhirnya saya mengurungkan niat karena cuaca yang tidak kondusif untuk berpakaian ribet-ribet.
























Well, senangnya lagi, saya bertemu dengan teman-teman kuliah saya dulu. Mereka sedang membantu si orang Jepang di salah satu stand untuk menjaga stand. Mumpung mereka ada disana, tak lupa saya memanfaatkan kesempatan itu untuk berfoto bersama kedua orang Jepang tersebut.

What a wonderful moment!